Sukses

Tudingan Teddy Minahasa Soal Perintah Pimpinan Polri Multitafsir

Emrus mengatakan, apa yang disampaikan Teddy tersebut hanyalah upaya membela diri dengan membingkai personel kepolisian yang sedang bertugas.

Liputan6.com, Jakarta Bekas Kapolda Sumatera Barat yang terseret kasus peredaran barang bukti narkotika, Teddy Minahasa, mengatakan bahwa dirinya yang kini duduk di meja hijau adalah akibat adanya perang bintang di tubuh Polri. Pengamat Komunikasi Emrus Sihombing menilai pernyataan eks jenderal bintang dua polisi itu hanyalah upaya untuk membela diri dari tuntutan hukuman yang menjeratnya.

Emrus mengatakan, apa yang disampaikan Teddy tersebut hanyalah upaya membela diri dengan membingkai personel kepolisian yang sedang bertugas. Sebab, pernyataan tersebut tidak memadai atau kurang lengkap untuk dimaknai sebagai upaya kriminalisasi seperti yang disampaikan Teddy Minahasa karena statusnya yang dalam proses peradilan. 

“Setiap orang yang dalam proses tersangka, terdakwa, pasti mencari ‘pembelaan’ dari berbagai hal. Jadi, celah-celah yang sedikit pun akan digunakan. Dari sudut komunikasi, (pernyataan) ‘ini perintah komandan’ framing. Seharusnya TM kejar lagi, dong! Kan, background-nya polisi juga. Harusnya dia kejar siapa yang menyampaikan pesan dan pesannya apa,” kata Emrus Sabtu (29/4/2024).

Dalam persidangan Jumat (28/4/2023) kemarin dengan agenda pembacaan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Teddy menuding ada perintah pimpinan Polri di balik kasusnya. Dia menyampaikan demikian dengan mengulang pernyataan Direktur dan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Mukti Juharsa, dan AKBP Dony Alexander, saat menangkapnya pada 24 Oktober dan 4 November 2022.

“Dirresnarkoba dan Wadirresnarkoba Polda Metro Jaya, Bapak Mukti Juarsa dan Dony Alexander, [mengatakan] kepada saya, 'Mohon maaf, Jenderal. Kami mohon ampun. Semua ini karena perintah pimpinan,” kata Teddy.

“Situasi ini mengisyaratkan ada tekanan atau desakan dari pimpinan agar saya terseret dalam kasus ini. Karena itu, patutlah saya menarik suatu kesimpulan bahwa di internal Polri telah terjadi persaingan yang tidak sehat,” kata Teddy.

Teddy, kata Emrus, seharusnya bisa mencecar anak buahnya terkait pernyataan yang dimaksudnya itu. Sebagai perwira tinggi, bagi Emrus, Teddy Minahasa memiliki privilese untuk mencecar lebih jauh atas apa yang disampaikan Mukti Juharsa dan Dony Alexander. “Kalau nanti sudah jelas siapa dan mengatakan apa, buka ke pengadilan,” ucapnya.

Emrus menilai, apa yang disampaikan Teddy dalam dupliknya itu tidak utuh dan berdampak pada tafsir liar di masyarakat terkait 'perang bintang' yang dimaksudnya itu. 

“Kalau begitu orang bisa menafsirkan seolah-seolah perintah tidak baik, seolah pimpinan siapa. Kapolsek itu pimpinan juga. Maka, definisi pimpinan harus dikejar,” paparnya.

 

2 dari 2 halaman

Bisikan Anak Buah di Telingga Teddy Minahasa

Pada saat Teddy membacakan tanggapan dalam sidang agenda duplik usai pleidoinya ditolak oleh Jaksa pada saat sidang replik, ia menduga bahwa ada sangkut pautnya dengan seorang Jenderal yang membuatnya terseret kasus narkoba.

Teddy menceritakan, pada saat dirinya ditetapkan menjadi tersangka kasus narkoba terdapat petinggi kepolisian Polda Metro Jaya yang mengatakan, penangkapan dirinya merupakan perintah dari atasan.

"Perlu saya utarakan terkait dengan penyampaian Direktur reserse narkoba dan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa dan AKBP Doni Alexander kepada saya. Mereka membisikkan di telinga saya dan mengatakan mmohon maaf Jenderal, mohon ampun Jenderal, ini semua atas perintah pimpinan,” ungkap Teddy di ruang sidang PN Jakarta Barat, Jumat (28/4).

Dikatakan Teddy, kedua petinggi Polda Metro Jaya itu telah bertemu dengannya dua kali. Menurutnya kala itu, Mukti dan Alexander menyampaikan pesan kepadanya dengan ekspresi wajah yang serba salah.

Eks Kapolda Sumbar itu pun berpandangan, pengungkapan kasus narkoba itu ada perintah dari atasannya. Lantas dirinya juga berspekulasi ada unsur perang bintang juga pada saat itu.

"Situasi ini mengisyaratkan ada tekanan atau desakan dari pimpinan dalam tanda kutip, agar saya tersesat dalam kasus ini," beber dia.

"Karena itu patutlah saya menarik suatu kesimpulan bahwa di internal Polri telah terjadi persaingan yang tidak sehat, atau adanya nuansa perang bintang sebagaimana dilansir oleh berbagai media massa arus utama pada beberapa waktu yang lalu," lanjutnya.